Bagi kebanyakan orang, bila kita melihat bintang di langit, tentunya   kita mendapatkan bahwa semua bintang hampirlah serupa satu sama lain,   yaitu bola gas yang berpijar kemerlap. Pertanyaannya adalah,   bagaimanakah kita tahu berapa usia bintang itu?

Belum  lama ini, astronom telah mendapatkan sebuah metode untuk  menentukan  usia bintang secara akurat dari mengamati bagaimana bintang  itu  berotasi. Bagaikan sebuah gasing yang diputar di atas meja, maka   seberapa cepat atau lambat bintang itu berotasi dapat menjadi penentu   waktu berapakah usia sebuah bintang.
Hal tersebut disampaikan  oleh astronom bernama Soren Meibom dari  Harvard-Smithsonian Center for  Astrophysics pada pertemuan American  Astronomical Society ke 218.
Mengapa para astronom perlu memahami usia sebuah bintang? 
Kajian  usia bintang mempunyai peran yang sangat penting pada berbagai  studi  di astronomi, secara khusus tentunya bagi pencarian planet-planet  di  luar Tata Surya, mempelajari bagaimana pembentukannya,  perkembangannya,  dan mengapa setiap sistem keplanetan yang telah  ditemukan begitu unik  satu dengan yang lainnya.
Dengan mengetahui usia bintang, maka  kita dapat menentukan usia  planet-planetnya, serta apakah mungkin ada  kehidupan yang sempat tumbuh  di luar sana.
Semakin tua usia  planet, semakin besar kemungkinan kehidupan terbentuk,  karena  sebagaimana yang telah diketahui sistem keplanetan yang berada  pada  sebuah bintang biasanya terbentuk bersamaan dengan kelahiran  bintang  itu sendiri.
Mengetahui usia bintang cenderung mudah untuk  ditentukan apabila bintang  yang akan diukur itu berada di dalam sebuah  sistem gugus bintang.
Adalah pengetahuan dasar bagi astronomi  untuk mendapatkan hubungan warna  dan kecerlangan bintang-bintang di  dalam gugus guna menentukan usia  gugus, akan tetapi kondisinya akan  menjadi sangat sulit apabila bintang  yang akan ditentukan usianya tidak  berada dalam satu sistem gugus.
Sebagaimana bintang-bintang yang  telah ditemukan mempunyai sistem  keplanetan, kebanyakan tidak berada  di dalam gugus, sehingga menentukan  usianya menjadi tantangan  tersendiri dalam studi astronomi.
Penelitian yang dilakukan oleh  Meibon dkk mempergunakan pengamatan dari  wahana Kepler, dengan  melakukan pengukuran rasio rotasi pada sebuah  gugus berusia 1 milyar  tahun yang disebut sebagai NGC 6811.

NGC 6811
Nilai  ini hampir mencapai dua kali lipat dari penelitian sebelumnya, dan   usia sekitar itu masih dikatakan penyelidikan pada gugus muda.
Penelitian  ini memberi pemahaman baru pada hubungan rasio rotasi bintang  dengan  usianya. Jika kesahihan hubungan rotasi bintang dan usia dapat   diperoleh, maka pengukuran periode rotasi bintang dari setiap bintang   dapat dipergunakan untuk menentukan usianya – sebuah teknik yang disebut   sebagai gyrochronology, tetapi hal ini tidak serta merta dapat   dipergunakan.
Sebagaimana sistem waktu di Bumi yang memerlukan  standar, maka sistem  penentuan waktu (usia) tersebut harus dapat  dikalibrasikan kepada sebuah  standar.
Sebagaimana kita di Bumi  menyatakan bahwa satu tahun terdiri dari 365  hari, dst, maka agar dapat  mendapat kesesuaian waktu, harus dapat  diperoleh sebuah kestandaran.
Untuk  itu, maka langkah pertama yang para peneliti itu lakukan adalah   memulai dari pengukuran sebuah sistem gugus yang telah diketahui   usianya.
Dengan mengukur rotasi pada bintang-bintang anggota  gugus, dapat  dipelajari rasio putaran bintang-bintangnya untuk  menentukan  usia-usianya. Pengukuran rotasi bintang anggota gugus pada  usia yang  berbeda dapat menghubungkan antara putaran dan usianya.
Untuk  dapat mengukur putaran bintang, astronom harus mendapatkan  perubahan  kecerlangan bintang akibat adanya bintik bintang pada  permukaan  bintang, sebagaimana bintik Matahari pada permukaan Matahari.

Bila  ada bintik terbentuk pada permukaan dan berada pada arah ke  pengamat,  maka bintang akan mengalami sedikit peredupan, sampai ketika  bintik itu  menghilang, dan bintang kembali sedikit lebih cerlang.
Dengan  menentukan berapa lama bintik itu berotasi pada permukaan  bintang, maka  dapat ditentukan berapa cepat bintang yang diamati  berotasi.
Tentunya  perubahan kecerlangan bintang akibat bintik adalah  sangat-sangat  kecil, lebih kecil dari satu persen dan menjadi lebih  kecil lagi pada  bintang yang lebih tua.
Dengan demikian pengukuran rotasi bintang  pada bintang-bintang yang  lebih tua dari setengah milyar tahun tidak  dapat dilakukan dari  permukaan Bumi dikarenakan gangguan atmosfer Bumi.

Tetapi  permasalah itu saat ini telah dapat diatasi mempergunakan  pengamatan  wahana Kepler, karena wahana itu telah dirancang guna  mengukur  kecerlangan bintang dengan sangat presisi guna penentuan adanya  sistem  keplanetan pada bintang-bintang.
Tentunya menentukan hubungan  usia-rotasi pada kasus NGC 6811 ini  bukanlah pekerjaan mudah bagi  Meibom dkk karena mereka telah  menghabiskan waktu empat tahun  menentukan bintang-bintang anggota gugus  atau kebetulan bintang lain  yang berada pada arah pandang yang sama.
Hal ini dilakukan  mempergunakan peralatan yang disebut Hectochelle yang  terpasang pada  teleskop MMT di Mt. Hopkins Arizona selatan. Alat  Hectochelle dapat  mengamati 240 bintang secara bersamaan, dan dengan  demikian telah  mengamati sekitar 7000 bintang selama empat tahun  pengamatannya.
Setelah  mengetahui bintang-bintang yang merupakan anggota gugus, maka   selanjutnya data dari Kepler dipergunakan untuk menentukan seberapa   cepat bintang-bintang itu berputar.
Mereka menemukan periode  rotasi antara 1 sampai 11 hari (yang lebih  panas dan masif berputar  lebih cepat), dibanding dengan Matahari yang  rasio putarannya hanya 30  hari.
Yang paling penting dari temuan mereka adalah adanya  hubungan massa  bintang dengan rasio rotasi dengan sebaran data yang  kecil. Temuan ini  mengkonfirmasi bahwa gyrochronology adalah metode  baru yang dapat  dipergunakan untuk mempelajari usia sebuah bintang.
Tim  Meibom saat ini berencana untuk mempelajari sistem gugus yang lebih   tua guna mengkalibrasi penentu waktu bintang mereka. Ini tentunya   merupakan langkah yang lebih sulit karena bintang yang lebih tua   berputar lebih lambat dan memiliki lebih sedikit bintik-bintik, yang   artinya perubahan kecerlangannya akan sangat-sangat kecil.
Pekerjaan  Meibom dkk itu telah menjadi sebuah lompatan dalam pemahaman  pada  bagaimanakah bintang-bintang di langit (termasuk Matahari) bekerja,   demikian juga pada pada pemahaman sistem keplanetan di bintang-bintang   yang jauh.
Blog Popularity
Inilah Cara Para Astronom Menentukan Usia Bintang
Posted By
Ade G P
13 Jun 2011
 sumber: langitselatan.com
Label: ilmu pengetahuan

0 Comment:
Posting Komentar